βZero Kelahiran Thalasemia Majorβ merupakan tema yang diusung oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada peringatan hari Thalasemia Sedunia pada tahun 2021 ini. Thalasemia major menjadi penyakit yang tak bisa dipandang sebelah mata mengingat beratnya biaya yang harus ditanggung penderita untuk transfusi darah seumur hidup yang dapat mencapai Rp 400-450 juta setiap tahunnya. Maka dari itu, seperti yang disampaikan Maxi Rein Rodonuwu, Plt Dirjen P2P Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Hari Thalasemiia Sedunia ini mengandung makna bahwa masing-masing kita memiliki peran dan komitmen untuk melakukan aksi penanggulangan, menuju zero kelahiran thalasemia major.
Thalasemia merupakan penyakit genetik akibat terganggunya pembentukan rantai globin pada sel darah merah sehingga sel darah merah mudah pecah. Gangguan pembentukan rantai globin alfa disebut thalasemia alfa, sedangkan gangguan pembentukan rantai beta disebut thalasemia beta. Berdasarkan manifestasi klinisnya, thalasemia dibagi menjadi thalasemia major, intermedia, dan minor atau karier. Pengidap thalasemia major memerlukan transfusi rutin seumur hidup sedangkan pengidap thalasemia intermedia dan minor memerulkan transfusi tidak rutin untuk mengkompensasi turunnya kadar hemoglobin pada tubuh.
Gejala thalasemia yang paling umum dijumpai yakni penderita tampak pucat, kuning, perubahan bentuk muka (facies cooley), kulit kehitaman, hingga gangguan pertumbuhan dan gizi kurang atau gizi buruk. Penderita thalasemia memiliki kualitas sel darah merah yang tidak bagus dan mudah pecah sehingga rawan mengidap anemia kronik.
Hingga saat ini, terdapat tiga jenis obat kelasi besi untuk penderita thalasemia antara lain deferoksamin, deferiprone, deferasirox. Sedangkan pengobaran kuratif untuk thalasemia yakni melalui transplantasi sumsum tulang dan terapi gen. Sayangnya, kedua terapi tersebut belum tersedia di Indonesia.
Satu-satunya cara yang paling baik untuk menanggulangi thalasemia adalah dengan mencegah. Pencegahan dilakukan dengan screening pasangan yang akan menikah untuk mengidentifikasi gen pembawa sifat yang dapat memberikan keturunan anak pengidap thalasemia. Melalui screening, kita dapat memutus mata rantai thalasemia sehingga tak perlu ada lagi penderita-penderita thalasemia yang harus berjuang menjalani transfuse darah seumur hidup.
Maka dari itu, mari kita dukung kampanye βZero Kelahiran Thalasemia Majorβ di Hari Thalasemia Sedunia 2021 ini.
Referensi:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Faktor Risiko Penurunan dan Klasifikasi Thalassemia. dilihat 6 Mei 2021. < http://www.p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-p2ptm/subdit-penyakit-kanker-dan-kelainan-darah/faktor-risiko-penurunan-dan-klasifikasi-thalassemia>
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Putus Mata Rantai Talasemia, Kenali Cirinya. dilihat 6 Mei 2021. < https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20190521/0830303/putus-mata-rantai-talasemia-kenali-cirinya/>
Sardjito. 2019. Mengenal Thalassemia sindrom Kelainan Darah yang Diwariskan. dilihat 6 Mei 2021. <https://sardjito.co.id/2019/05/31/mengenal-thalassemia-sindrom-kelainan-darah-yang-diwariskan/>